Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati nonaktif Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak (RHP), pada Senin (20/2). Ricky merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek di Mamberamo Tengah.
Politikus Partai Demokrat ini ditahan usai diperiksa tim penyidik selama kurang lebih enam jam sejak tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sekitar pukul 13.00 WIB tadi.
Ketua KPK, Firli Bahuri, mengatakan, Ricky ditahan selama 20 hari ke depan untuk keperluan penyidikan. Sebelum ditahan, KPK menangkap Ricky di Abepura, Jayapura, pada Minggu (19/2), lalu membawanya ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka RHP selama 20 hari pertama terhitung mulai 20 Februari 2023 sampai dengan 11 Maret 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Firli dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin (20/2).
Firli menuturkan, Ricky sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak Juli 2022. Usai menerima informasi keberadaannya, yang diduga melarikan diri ke Papua Nugini, KPK kemudian berkoordinasi dengan Kedubes RI setempat.
Selain itu, KPK juga secara aktif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Polda Papua untuk memantau keberadaan dan persembunyian Ricky. Pada awal Februari 2023, tim penyidik KPK mendapatkan kepastian keberadaan Ricky di Jayapura dan menangkapnya, Minggu (19/2).
"Tim memperoleh informasi keberadaan tersangka dari pihak yang sering berhubungan dengan RHP. Selanjutnya, tim penyidik KPK dengan pengawalan tim Jatanras Direktorat Pidana Umum Polda Papua mendatangi salah satu rumah yang ada di wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua," papar Firli.
Usai ditangkap, Ricky sempat diamankan sementara di Mako Brimob Polda Papua sebelum diterbangkan ke Jakarta, Senin (20/2) pagi, untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Selain Ricky, KPK sebelumnya juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiganya adalah Direktur Utama (Dirut) PT Bina Karya Raya (BKR), Simon Pampang; Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP), Jusieandra Pribadi Pampang; serta Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM), Marten Toding. Kasus ketiganya telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam perkara ini, Ricky diduga menerima suap sebesar Rp24,5 miliar dari Simon, Jusieandra, dan Marten. Uang tersebut diduga berkaitan dengan proyek Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah yang dimenangkan ketiganya.
Dalam pengusutan kasus ini, sejumlah aset milik Ricky telah disita KPK. Aset yang disita tersebut diduga berasal dari korupsi, tetapi disamarkan.
Atas perbuatannya, Ricky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.